Archive for the ‘sejarah tasawuf’ Category

SEJARAH TASAWUF #21

Ibn Abbad ar-Rundi, dari Spanyol, salah satu pengikut tarekat Syadziliyyah ini, merepresentasikan sisi yg agak lain dari sufi tarekat pada umumnya. Beliau mewakili kencenderungan intelektual dan kontemplatif dalam bertasawuf.Beliau masuk ke dunia Sufi secara intensif melalui seorang sufi di luar tarekat, yakni Syekh Ibn Asyir (tokoh penting dalam kebangkitan Tasawuf di luar tarekat di kawasan Afrika, terutama Fez, Maroko). Beliau banyak memberi nasihat ruhani dan menjadi Imam dan Khatib Qayrawiyin di Fez, sebuah lembaga ilmu keagamaan Islam tertua dan paling bergengsi di kawasan Afrika Utara. Pada masanya, di kawasan Afrika Utara juga sedang terjadi gejolak, dan banyak orang yg kebingungan untuk mendapatkan pembimbing ruhani yg sejati, karena sebagian ulama mulai bererbut pengaruh kekuasaan. Pada saat itu muncul pertanyaan apa yang harus dilakukan oleh orang yg ingin menempuh jalan taasawuf namun situasinya sangat menyulitkan (karena kemaksiatan sudah semakin parah) dan sulit menemukan pembimbing ruhani yang benar. Apakah perlu menunggu, atau menyibukkan diri dengan mencari ke sana kemari?

Menurut Ibn Abbad. pembimbing ruhani yg sejati adalah anugerah dari Allah. Maka akan sia-sia jika seseorang hanya diam menunggu tanpa melakukan aktivitas keruhanian. Salah satu cara awal, menurut beliau, adalah menyucikan niatnya. Seseroang yang menginginkan kehadiran Allah dalam hatinya membutuhkan kebenaran yang sesungguhnya.Sang pencari mesti menjauhi perdebatan yang sia-sia atau hanya mencari menang sendiri, seperti yg kerap dilakukan para ahli teologi pada zaman itu. Dan yg penting adalah sang pencari harus mengamalkan apa yg diperintahkan oleh Nabi dengan sungguh-sungguh sambil terus berdoa agar dipertemukan dengan Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #20

Sesudah Imam Abu Hasan Syadzili wafat, tongkat estafet kemursyidan diberikan kepad Syekh Abbas al-Mursi, yang dilahirkan di Murcia, Spanyol (yg juga tempat kelahiran Syekh Akbar Ibn Arabi). Beliau mengabdi kepada Syekh Hasan Syadzili sampai sang syekh wafat. Setelah diangkat menjadi mursyid utama, Syekh Abbas al-Mursi menghabiskan waktu hampir sepanjang hayatnya di Mesir. Berbeda dengan Imam Syadizli yg bersedia berhubungan dekat dengan penguasa, Syek Abu Abbas Mursi ini justru menjauhi penguasa dan bahkan menolak semua sumbangan yang diberikan oleh para Sultan Mamluk.

Syekh Abbas Mursi memiliki murid-murid istimewa yang kelak tersohor di sepanjang zaman. Salah satunya adalah Syekh BUshiri, penyair legendaris dari suku Berber, pengarang Qasidha Burdah dan Hamziyyah. Syair ini sering dibacakan pada setiap peringatan Maulid Nabi sampai sekarang ini. Murid lainnya adalah Syekh Yaqut al-Arsyi, dari Abisinia. Syekh Yaqut ini pernah dikunjungi oleh Ibn Batutah, seorang pengelana musim yang tersohor. Ibn Batutah sendiri tampaknya sangat tertarik dengan ajaran Syadziliyyah dan karenanya beliau mencatat dan membaca Hizb Bahr selama petualangannya di lautan. Kemudian, murid lainnya yang legendaris adalah Syekh Najmuddin al-Ishfahani, yang lama menetap di Mekah dan menyebarkan Tarekat Syadziliyyah di sana. Beliau adalah guru Syekh Yafi’i, dan melalui Syekh Yafi’i inilah Tarekat Syadziliyyah menjalin hubungan yang baik dengan Tarekat Ni’matullahi. Dan satu lagi, yg dianggap poros generasi ketiga tarekat SYadizliyyah, Syekh Ibn Athaillah as-Askandari.

Syekh Imam Ibn Athaillah al-Sakandari adalah Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #19

Dalam periode yang berdekatan dengan masa kebangkitan tarekat Syadzili, di bagian lain kawasan Mesir muncul satu wali agung Syekh Ahmad Badawi. Tokoh yang satu ini jelas tak bisa diabaikan dalam pembicaraan perkembangan tasawuf, terutama di kawasan Mesir dan sekitarnya.

Syekh Ahmad Badawi tergolong Wali Allah yang menempati maqam Qutb al-Awliya al-Ghauts al-Adhim, ahli Futuwwah (Kekesatriaan Mistis) terbesar di Mesir, yang kemasyhurannya dikenal oleh banyak orang. Beliau juga terkenal sebagai Wali pelindung anak-anak. Makamnya di kota Tanta menjadi pusat ziarah utama di Mesir. Diyakini Allah Yang Maha Tinggi mengabulkan doa-doa dari mereka yang berziarah di makamnya, lantaran berkah dan karamah Wali Allah ini. Perayaan Maulid Syekh Ahmad al-Badawi senantiasa dihadiri oleh setidaknya dua juta orang. Syekh Ahmad Badawi adalah pendiri Tarekat Badawiyyah. Gelarnya banyak sekali, mencapai 29 buah gelar, diantaranya adalah Syihabudiin, Al-Aqthab, Abu al-Fityah, Syaikh al-Arab, Qutb an-Nabawy, Shahibul Barakat wa al-Karamat, dan sebagainya.

Syekh Ahmad al-Badawi lahir pada 596 H di Fez (Maroko). Beliau masih keturunan dari Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #18

Sebelum kita lanjutkan menengok pada peran spiritual dari para syekh sufi, kita tengok sebentar peran sosial tarekat yg berkembang pada abad pertengahan ini, sebab setelah akhir periode 1200 dan awal periode 1300, perkembangan tasawuf mulai bergerak ke arah bentuk yg sedikit berbeda. lagipula, pada periode setelah 1300-an ini “perseteruan” mulai lebih sengit antara penganut tasawuf dengan anti-tasawuf (terutama sejak Ibn Taimiyyah) dan antara pengikut tasawuf dan kaum nonmuslim. lagipula, pertemuan Islam dengan peradaban Barat modern ikut memengaruhi perkembangan pemikiran Islam pada umumnya dan pemikiran tasawuf pada khususnya.

Kini tampak bahwa 5 abad setelah wafatnya Rasulullaah SAW, ajaran Tasawuf yg pada awalnya disebarkan oleh sufi-sufi individual, secara bertahap menemukan bentuk baru sebagai semacam organisasi. Tarekat-tarekat generasi awal sebagian mendominasi sebagian wilayah tertentu, dan sebagian lainnya mendominasi wilayah lainnya. Karena itu beberapa tarekat berperan sangat penting dalam konteks lokal dan regional. Namun meskipun tarekat-tarekat telah mapan, masih banyak sufi individual yang tidak berafiliasi atau mendirikan tarekat, seperti misalnya Ibn Arabi, meskipun ajarannya memengaruhi banyak tarekat di seluruh dunia.

Jika kita lihat konteks abad pertengahan ini tampak bahwa Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #17

Jelas hingga abad 12 M Tasawuf sudah makin kokoh dalam peradaban Islam seiring dengan berkembangnya tarekat-tarekat besar seperti Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah, Suhrawardiyyah dan Chistiyyah (yg telah diuraikan di bagian-bagian tedahulu). Dari satu sisi, dapat dikatakan bahwa perkembangan spiritualitas Islam ini merupakan “kehendak Ilahi” untuk menjaga agar ruh Islam tetap hidup.

Sebagaimana kita tahu, serbuan Mongol yang dahsyat telah meruntuhkan sebagian besar kekhalifahan di Baghdad, pusat peradaban Islam saat itu. Kemegahan dan kejayaan peradaban Islam serta kemewahan duniawi yang diraih oleh para khalifah Islam pada masa itu justru menyebabkan inti ajaran Islam terabaikan oleh penguasa. Para khalifah dan pejabat-pejabat sibuk memperkaya diri dan memperebutkan kekuasaan, yg menyebabkan kekhalifahan menjadi lemah. Meski berprestasi di bidang lain, seperti ilmu pengetahuan dan seni/budaya, ekonomi dan sosial-kemasyarakatan, prestasi-prestasi itu justru menyebabkan para penguasa Islam menjadi lupa pada sisi keruhanian. Untungnya masih banyak Wali Allah yg dengan caranya sendiri menjaga Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #16

dalam memimpin tarekat Chistiyyah, Syekh Muinuddin Chisti menetapkan berbagai aturan yg secara sepintas tampak ekstrim, seperti:

Tak boleh meminjam uang,tidak boleh meminta-minta meski lapar, jika punya kelebihan makanan, uang, panen, dan pakaian, tidak boleh disimpan lebih dari sehari dan harus disedekahkan, tidak boleh mencela orang, tidak boleh menganiaya, jika beramal baik tidak boleh menisbahkan amalnya pada dirinya sendiri dan harus bersyukur kepada ALlah dan berterima kasih kepada “Pir” atau Mursyid, jika melakukan dosa harus segera bertaubat, harus rajin puasa dan shalat wajib dan menghabiskan malam dengan shalat sunnah, harus menyedikitkan bicara dan kalau bicara harus karena ingin mendapat ridho Allah.

Seiring dengan berjalannya waktu, tata-tertib itu kelak mengalami beberapa modifikasi. Syekh Muinuddin Chisti bersahabat baik dengan Syekh Hamid al-din al-Shufi yang kelak membangun pusat kegiatan tarekat di Rajasthan. Salah satu murid Syekh Muinuddin CHisti, Khawajah Qutub al-Din Bakhtiar Kaki yg bermukim di Delhi menjadi ulama berpengaruh di istana, dan bahkan Sultan Syamsuddin Iltutmisy sangat memuliakan beliau. Syekh Bakhtiar Kaki sempat menetap di Baghdad dan bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, namun beliau tetap memilih menjadi murid Syekh Muinuddin Chisti. Syekh Bakhtiar Kaki sering mengadakan ritual sama’ (konser ruhani) dengan menggunakan musik dan tarian.

Pewaris Syekh Bakhtiar Kaki adalah Fariduddin Mas’ud atau yang lebih dikenal sebagai “Ganj-i-Syakar” atau Baba Farid. Baba Farid ini mendapat latihan ruhani yang keras dari Syekh Bakhtiar Kaki – termasuk dengan berzikir dan membaca Qur’an selama 40 hari dengan bergantungan kaki di atas kepala di bawah (yg dinamakan amalan chilla-yi ma’kus, yang dipertama kali diamalkan oleh Syekh Abu Said al-Khair). Kepopuleran Baba Farid tersebar ke segala penjuru India, dan bahkan para pertapa Yogi sering mengunjunginya untuk Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #15

Kini kita tengok secara ringkas perkembangan Tasawuf di anak benua India dan sekitarnya. Wilayah ini secara spiritual sangat penting dalam perkembangan Tasawuf di dunia, terutama karena pengaruhnya yang merembes hingga ke kawasan Asia Tenggara (Thailand, Vietnam, Filipina sampai ke Nusantara).

Tarekat awal yang berpengaruh di India adalah Suhrawardiyyah dan Chistiyyah, namun tampaknya yang masih dominan sampai sekarang adalah Tarekat Chistiyyah. Asal muasal tarekat Chistiyah dapat dilacak sejak abad 9 M di kota Chist, Afghanistan, sebelah timur Herat. Silsilahnya sampai ke Hasan al-Basri. Dalam silsilah ini mereka memberikan kedudukan yg sangat tinggi bagi Syekh ABu Said ibn Abi al-Khair yg telah kami singgung di bagian sebelumnya. Kini saatnya kita telisik lebih jauh sufi agung ini.

Syekh Abu Said al-Khair adalah Sufi dan penyair masyhur, tokoh Sufi pertama yang merancang prinsip-prinsip aturan lembaga kerohanian atau tarekat bagi para pengikutnya. Beliau dianggap sebagai Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #14

Kini sesudah masuk ke abad 12 M, Tarekat-tarekat mulai mengkristal, dan tradisi silsilah (mata rantai ruhani) pun mulai mapan. Proses kristalisasi yang dimulai sejak era Abu Said al-Khair dimulai dari pusat-pusat peradaban Islam dan sekitarnya, seperti Baghdad, Khurasan, dan sebagainya. Kurang lebih seabad setelah proses kristalisasi tarekatdi pusat peradaban, menjelang akhir abad 12 M ajaran Tarekat mulai menyentuh ke wilayah yang jauh dari pusat kekhalifahan awal, atau dapat dikatakan tarekat-tarekat mulai sampai ke wilayah periferal (pinggiran) dunia Islam. Ancaman dari pasukan Mongol menyebabkan banyak orang ISlam beremigrasi, termasuk juga para ulama sufi. Pada bagian ini, kita akan menengok ke wilayah lain di luar pusat kekuasaan Islam yang pelan-pelan tapi pasti tersentuh oleh dakwah ulama Sufi dan kelak beberapa abad kemudian akan menjadi pusat kekuasaan Islam yang baru.

Sebagian Sufi beremigrasi dari Bahgdad atau Persia atau Asia Tengah menuju ke Afghanistan, dan sebagian lainnya terus bergerak ke arah anak benua India. Pengaruh al-Hallaj dan syiah di kawasan India saat itu cukup besar, namun kemunculan tarekat baru dimulai sekitar pertengahan akhir abad 11 ketika para pengikut Tarekat Suhrawardiyyah pindah ke bagian barat laut India dan kemudian menetap di sana.

Sebelum tarekat mulai mengkristal dalam bentuk yang relatif mapan, kebangkitan dinasti Ghaznavid yang berhasil menaklukkan kawasan Punjab dan Lahore mempercepat akselerasi masuknya kaum Sufi individual ke Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #13

pada masa yg hampir bersamaan, kawasan Andalusia, Konya, Baghdad, memunculkan tokoh-tokoh besar yang sangat berpengaruh sampai zaman ini. Dan pada saat yang sama pula, di kawasan lain, yakni di Asia Tengah, muncul guru-guru yang meskipun kepopulerannya dibayang-bayangi oleh syekh2 agung lainnya, namun kontribusinya sangat besar pula bagi perkembangan tasawuf di kawasan lain. Sementara kawasan Timur Tengah dan Afrika dan sebagian Eropa tengah bergairah dengan ajaran-ajaran Syekh besar seperti Maulana Rumi, Syekh Akbar ibn Arabi, Hallaj, Robi’aj dan sebagainya, di sebuah kawasan yang agakjauh, tepatnya di Uzbekistan, muncul salah satu guru sufi besar, yang dijuluki Mata Air Tarekat Sufi Khawajagan (Guru-guru Sufi Asia Tengah), karena dari beliaulah benih-benih tarekat besar dari sana muncul. Beliau adalah Syekh Abdul Khaliq al-Gujdwani.

Syekh Khawajah Abdul Khaliq al-Ghujdwani lahir di Ghujadwan, Uzbekistan. Ayahnya adalah Syekh Abdul Jamil, salah satu ulama ternama di era Byzantium. Ibunya masih keturunan dari Sultan Seljuk Anatolia. Sejak kecil beliau mendapat pelajaran Tafsir al-Qur’an, ilmu hadis, bahasa Arab, dan fiqh dari Syekh Sadruddin. Setelah menguasai ilmu syariah, beliau kemudian mendalami Tasawuf dan bahkan beliau diajari langsung oleh Nabi Khidir as. Nabi Khidir memberinya ijazah (izin) yang diterimanya dari Rasulullah kepada Syekh Abdul Khaliq untuk mengamalkan zikir lisan dan hati dengan hitungan tertentu. Kemudian Nabi Khidir memerintahkannya untuk menyelam dalam air dan melakukan zikir membaca “La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah” dalam hati. Beliau melaksanakannya sampai mencapai Baca lebih lanjut

SEJARAH TASAWUF #12

Tak diragukan lagi, Syamsuddin Tabriz yg telah kami jelaskan di bagian sebelumnya benar-benar murshid dari Maulana Rumi. Kini saatnya kita menengok serba ringkas sejarah kehidupan Maulana Rumi. Kebesaran Rumi tidak bisa disembunyikan. Sajak-sajak dan tarekatnya menarik banyak pengikut, bahkan tarekat diluar Tarekat Maulawiyyah juga menggunakan sama’ dan ritual tari berputar sebagaimana diajarkan oleh Rumi.

Syekh Maulana Jalaluddin ar-Rumi, adalah Sulthan al-Awliya, Sulthan al-Muhibbin, “Sang darwis yang berputar,” dan penyair Sufi terbesar Persia yang amat terkenal di seluruh dunia – kepopulerannya menembus ke wilayah nonMuslim dan mengilhami banyak penyair muslim maupun nonmuslim, dari golongan Sufi hingga penyair profan. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa mulai dari dunia wilayah Timur hingga Barat. Pesan-pesan spiritual dan cinta-mistisnya diakui amat relevan disegala zaman, bahkan hingga di dunia kontemporer yang materialistis. Badan PBB UNESCO bahkan menetapkan tahun 2007 sebagai “Tahun Rumi.” Para pengikutnya mengabadikan ajaran-ajarannya dengan mendirikan Tarekat Maulawiyyah, yang terkenal dengan Baca lebih lanjut