adab seorang miskin dalam menerima sesuatu tanpa meminta

ringkasan pengajian Habib Muhammad Ibn Idrus Al Haddad

sebaiknya seorang faqir saat didatangkan padanya harta atau sesuatu yang lain, untuk memperhatikan tiga hal:

  1. dzat dari harta.
    sebaiknya faqir benar-benar memastikan bahwa harta yang diterimanya benar-benar halal dan sepi dari shubhat, bila didalamnya kemungkinan  terdapat unsur shubhat akan lebih baik faqir menghindari dari menerimanya.

  2. tujuan pemberi.
    tujuan seorang pemberi tidak akan terlepas pada:

    • ingin menyenangkan hati faqir dan mencintai faqir. Termasuk dalam katagori ini adalah hadiah
      bila tujuan pemberi adalah menyenangkan hati faqir maka menerima hadiah tersebut tidak masalah, bahkan menerima hadiah adalah bagian dari sunnah Rasulullah bila tidak ada tanda-tanda pemberi akan  mengungkit-ungkit pemberianya. Bila tanda-tanda itu ditemukan dari kebiasaan yang terjadi atau yang lainnya, sebaiknya ditolak.

      suatu hari Imam Fath al Mushily mendapat hadiah satu kantong uang yang terdapat didalamnya uang 50 dirham, kemudian sang imam berkata, telah meriwayatkan padaku imam atho’ bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:


      من أتاه رزق من غير مسألة فرده فإنما يرده علي الله

      barangsiapa yang didatangkan kepadanya rizqi yang dia tidak memintanya, kemudian dia mengembalikannya, sesungguhnya dia mengembalikan rizqi itu kepada Allah.

      kemudian Imam Fath al Mushily membuka kantong itu, mengambil isinya sebagian dan mengembalikan sisanya yang lainnya.

      Imam Hasan al Bashri juga pernah meriwayatkan hadits diatas, namun suatu hari datang seseorang yang membawa satu kantong uang dan satu gelondong kain dari tanah khurasan kepada Imam Hasan. Imam Hasan kemudian mengembalikan semua hadiah itu, kemudian berkata: “barangsiapa yang duduk seperti dimajlisku ini (sedang mengajar) kemudian datang kepadanya seperti yang datang padaku ini, di akhirat nanti dia akan bertemu dengan Allah tetapi dia tidak akan mendapat bagian apa-apa

      namun terkadang Imam Hasan juga menerima sesuatu dari teman-temannya. hal ini menunjukkan bahwa sebelum menerima sesuatu harus terlebih dahulu melihat banyak faktor.

      Imam Bisr al Hafi berkata: “saya tidak meminta apapun pada siapapun kecuali pada imam sirri assaqati”

    • bila orientasi pemberi adalah pahala dan memberikan dalam bentuk zakat, maka seharusnya dia mengukur diri apakah dia termasuk mustahiq zakat atau bukan, bila dia ragu maka bisa saja hal itu menjadi shubhat baginya. Bila pemberian itu dalam bentuk shodaqah, maka faqir harus melihat apakah orang itu memberi karena mengira si faqir alim, seorang wara’ atau menyangkanya memiliki nasab baik. bila perkiraan pemberi itu tidak sesuai dengan kondisi faqir, hingga umpama pemberi mengetahui tabiat asli faqir, dia akan berpaling dari si faqir maka menerima shodaqah itu hukumnya haram mutlak.orientasi pahala. termasuk dalam point ini adalah shodaqah dan zakat.
    • bila orientasinya untuk kemaksiatan seperti pamer atau sum’ah, maka sebaiknya ditolak, karena menerima shodaqah dari orang yang seperti itu sama halnya membantu dia untuk maksiat.suatu hari sufyan al sauri mengembalikan sebuah pemberian dan berkata: “andai saja pemberi itu tidak menceritakan pemberian itu untuk dipamerkan dan dibanggakan, maka aku akan mengambil pemberian itu.”orientasi pamer, ingin diingat dan ingin terkenal.
  3. tujuan faqir saat menerima,
    sebaiknya faqir melihat diri apakah dia seorang yang membutuhkan harta itu, ataukah tidak, bila dia memang membutuhkan dan dia yakin bahwa yang diberikan itu bebas dari harta yang shubhat atau bahaya2 yang ada dalam diri pemberi, maka menerima itu lebih baik daripada menolaknya. Rasulullah bersabda:

    ما المعطى من سعة بأعظم أجرا من الآخد إذَا كان محتاجا

    orang kaya yang memberi tidaklah pahalanya lebih besar dari orang yang sedang membutuhkan yang menerima pemberian itu.

(ternyata adab menerima lebih berat bebannya dari memberi, bisakah kita mempraktekkan?)

Achmad Shampton Masduqie

Tinggalkan komentar